Assalamu'alaikum
Saya ingin menanyakan bagaimana hukumnya seseorang memilih dirinya sendiri dalam pemilihan raya internal untuk memilih misal ketua DPC, menjadi caleg atau menjadi calon Bupati? Apa ini memang dibolehkan dengan mungkin mengacu pada kisah Nabi Yusuf? Sementara ada juga kisah bagaimana sahabat saling mendahulukan saudaranya untuk meminum air duluan ketika mereka sama-sama sedang terluka parah.
ketika ternyata orang yg memilih dirinya sendiri tersebut ditetapkan kemudian menjadi ketua DPC/DPD, caleg ataupun calon Bupati internal, sikap apa yg paling bijak bagi orang yg tahu prilaku orang yg milih dirinya sendiri tersebut?
Syukron.
wassalamu'alaikum
Ayah Fathimah < tediyuwono@gmail.com>
JAWABAN:
Memang benar dalam al-Quran
disebutkan, bahwa Nabi Yusuf as menawarkan diri menjabat sebagai bendaharawan
Negara, sebagaimana firman Allah SWT:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي
فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِين
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ
الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ
يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا
نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Dan raja
berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang
rapat kepadaku." Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia
berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami."
Berkata Yusuf:
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan."
Dan
demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa
penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami
melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Dan
sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman
dan selalu bertakwa. (QS: Yusuf: 54-57)
Dari ayat ini, dapat kita simpulkan beberapa hal:
- Raja
telah melakukan percakapan (penjajagan), atau fit and profer test
kepada Nabi Yusuf, dan Nabi Yusuf memenuhi persyaratan dan kecakapan. Raja
berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini
menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami."
- Setelah mendapat kepercayaan, Yusuf as memahami diri bahwa
keahliannya di bidang kebendaharaan, karena itu dia memohon diberi
tanggung jawab tersebut.
- Kalimat “Hafizhun ‘Alim” (yang pandai menjaga, lagi
berpengetahuan ) pada ayat di atas dengan menggunakan bentuk sifat
musyabbihah dan bentuk jumlah
khobariyah, menunjukkan bahwa sifat itu sudah melekat pada Nabi Yusuf
as
- Kata “Hafizh” berarti terkandung makna amanah, jujur dan care.
Sedang kata “Alim” terkandung makna memiliki pengetahuan lebih, skill dan
keahliaan selain sifat taqwa
- Nabi Yusuf as –sebagaimana penjelasan Allah- adalah termasuk
orang-orang baik
- Tujuan mendapat jabatan semata-mata untuk mendapat pahala
akhirat, bukan sekedar kesenangan dunia, apalagi sebagai prestise. Ini
terlihat dari ayat 57 “Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih
baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa”
Namun
jika diri kita tidak memenuhi syarat di atas, atau masih banyak yang setara
dengan kita, atau bahkan masih banyak yang lebih baik dari kita, maka kita
tidak boleh meminta-minta jabatan. Namun demikian, kita boleh menerima jabatan
tatkala komunitas atau masyarakat memilih kita, atau menuntut kita menerima
jabatan tersebut.
Beberapa hadist Nabi saw yang
melarang kita meminta-minta jabatan antara lain sebagai berikut:
عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا أبا ذر,
انى أراك ضعيفا, واني احب لنفسي, لا تأمرن على اثنين ولا تولين مال اليتيم (رواه
مسلم)
Abu Dzar ra berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Hai Abu Dzar, menurutku kamu itu lemah dan aku mencintaimu seperti
aku mencintai diriku sendiri. Janganlah kamu menjadi pemimpin terhadap dua
orang dan jangan pula menjadi wali (mengelola) bagi harta anak yatim.” (HR:
Muslim)
وعنه قال: قلت: يا رسول الله , الا تستعملني؟ فضرب بيده على منكبي, ثم قال: : يا أبا ذر, انك ضعيف
وانها أمانة, وانها يوم القيامة خزي وندامة, الا من أخذها بحقها, وأدى الذي عليه
فيها (رواه مسلم)
عن أبي سعيد عبد الرحمن بن سمرة رضي الله عنه قال: قال لي رسول الله صلى الله
عليه وسلم: يا عبد الرحمن بن سمرة لا تسأل
الامارة, فانك ان أعطيتها عن غير مسألة أعنت عليها, وان أعطيتها عن مسألة وكلت
اليها, واذا حلفت على يمين فرأ يت غيرها خيرا منها فأ ت الذي
هو خير وكفر عن يمينك (متفق عليها)
Dari hadits-hadits di atas dapat kita ambil kesimpulan sebagai
berikut:
- Larangan untuk memegang jabatan bagi orang yang mengetahui bahwa dirinya memiliki kelemahan dalam memikul bebannya (hadits no. 1)
- Boleh
menerima jabatan dengan hak-nya (cara benar الا من أخذها بحقها ) dan melaksanakan tugas dengan benar (hadits
no. 2)
- Larangan meminta
jabatan, tetapi boleh menerimanya tanpa memintanya. Apabila tidak ada
orang yang pantas, ia wajib memintanya dan akan mendapat pertolongan
(hadits no. 3)
Lalu, terkait dengan pertanyaan:
ketika ternyata orang yg memilih dirinya
sendiri tersebut ditetapkan kemudian menjadi ketua DPC/DPD, caleg ataupun calon
Bupati internal, sikap apa yg paling bijak bagi orang yg tahu prilaku orang yg
milih dirinya sendiri tersebut?
Kita harus melihat orang tersebut dengan
timbangan ayat dan hadits di atas, jika ia tidak sesuai dengan kriteria
tersebut, dan dia baru menjadi calon atau bakal calon, maka sebaiknya dia tidak
usah kita pilih dalam pemilihan Internal. Namun jika ia sesuai dengan kriteria
di atas (menurut ayat dan hadits) maka kita harus mendukungnya. Karena pilihan
kita adalah sama dengan kesaksian.
Firman Allah SWT:
وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Namun jika sudah
menjadi calon tetap Bupati dari internal aktifis dakwah dan dibanding dengan
calon Bupati ekternal, maka kita harus mendukung calon tetap internal, karena calon
tetap internal insya Allah masih lebih baik secara moral dan akhlak Islami dari
pada calon ekternal. Bahkan jika tidak ada calon dari internal pun kita harus
mendukung salah satu dari calon ekternal yang lebih baik atau sedikit
kemudhorotannya dibanding calon ekternal lainnya, sesuai dengan kaidah
fiqhiyyah:
اذا
تعارضت مفسدتان رعي أعظمهما ضررا بارتكابهما أخفهما
“Jika dihadapkan kepada dua hal yang sama-sama rusak, maka
lihatlah mana yang lebih besar kerusakannya, lalu pilihlah yang lebih kecil
kerusakannya”.
Sedangkan jika
orang tersebut sudah terlanjur terpilih menjabat sebagai ketua DPC/DPD atau
bahkan bupati, maka kita harus mendukungnya dalam hal kebaikan dan
mengkritisinya dalam hal kemaksiatan, bahkan tidak boleh taat dalam hal
kemaksiatan kepada Allah.
Wallahu a’lam
Muhammad Jamhuri
syukron ust, saya jadi lebih paham, ijin share ustadz.
BalasHapusby: www.dakwahsyariah.com