Minggu, 09 September 2012

Hukum Salam Berpelukan dan Bercium Pipi


Assalaamu'alaikum wr.wb.
Ustadz, beberapa waktu lalu ana sempat terlibat dialog mengenai adab ketika bertemu saudara Muslim lainnya.

Seringkali antar sesama ikhwah setiap kali bertemu "mentradisikan" saling menempelkan pipi kanan-kiri. Padahal ada yang berpendapat berdasarkan sebuah hadits bahwa yang dicontohkan Rasulullah hanya berjabat tangan atau BERPELUKAN, tidak tersurat adanya contoh menempelkan pipi tersebut.
Ada juga yang berpendapat jika frekuensi pertemuannya sudah teramat sering maka yang diperlukan hanya jabat tangan saja. Ini berdasarkan shiroh ketika para sahabat yang baru pulang setelah lama berjihad disambut oleh saudaranya yang lain dengan berpelukan sementara yang setiap hari bertemu hanya berjabat tangan saja.
Mohon penjelasan detailnya, Ustadz. Berdasarkan teks dan penjelasan hadits yang ada. Karena, meski hal ini kecil namun demi pemahaman yang menyeluruh atas sunnah Rasul ana harap bisa menghindarkan kita semua dari perkara-perkara khilafiyah yang terkadang menjadi syubhat bagi kita.
Jazakallaahu khoiron jaza...
 
Wassalam.
 
JAWABAN:

 Wassalamau’alaikum wr wb

Terkait dengan hukum berjabat tangan,  salam berpelukan dan salam menempel pipi, ada beberapa hadits yang berkaitan dengan hal tersebut antara lain:

 

عن البراء رضي الله عنه قال: قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الا غفر لهما  قبل أن يتفرقا (رواه ابو داود)

Dari Bara’ ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila ada dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, maka kedua mendapat ampunan (dari Allah) sebelum mereka berpisah” (HR: Abu Daud)

 

عن أنس رضي الله عنه فال: قال رجل : يا رسو ل الله, الرجل منا يلقى أخاه أو صديقه. أ ينحني له؟ قال: "لا" قال: أفيلتزمه ويقبله؟ قال: "لا" قال: فيأخذه بيده ويصافحه؟ قال: "نعم " (رواه الترميذي- وقال حديث حسن)

Dari Anas ra berkata ada orang bertanya, “Ya Rasulullah, apabila seorang di antara kami bertemu saudara atau temannya, apakah ia menundukkan (inhina) badannya? “ Beliau menjawab, “Tidak”. Ia bertanya lagi, “Apakah ia memeluk dan menciumnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Apakah ia memegang tangan saudaranya dan menjabatnya?” Beliau menjawab, “Ya” (HR: Tirmidzi & berkata: ini hadits hasan)

 

عن صفوان بن عسال رضي الله عنه قال: قال يهودي لصاحبه: اذهب بنا الى هذا النبي, فأتيا رسول الله صلى الله عليه وسلم فسألاه عن تسع آيات بينات, فذكرالحديث الى قوله, فقبلا يده ورجله, وقالا: نشهد أنك نبي (رواه الترميذي وغيره بأساند صحيحة)

Dari Shafwan bin ‘Assal ra berkata  bahawa seorang Yahudi berkata kepada temannya, “Mari kita menemui Nabi ini”. Mereka berdua  menemui Nabi saw dan bertanya kapada beliau tenang sembilan ayat bayyinat (jelas). Setelah dijelaskan oleh beliau, mereka mencium tangan dan kaki Nabi saw dan berkata, “Kami bersaksi bahwa seseunguhnya engkau adalah Nabi” (HR: Tirmidzi dan  lainnya dengan sanad-sanad yang shahih)

 

عن عائشة رضي الله عنها قالت: قدم زيد بن حارثة ورسول الله صلى الله عليه وسلم في بيتي, فأتاه فقرع الباب, فقام اليه النبي صلى الله عليه وسلم يجر ثوبه, فأعتنقه وقبـله (رواه الترميذي – وقال حديث حسن)

Dari Asiyah ra berkata, “Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah saw berada di rumahku. Lalu ia mengetuk pintu. Kemudian Rasulullah saw menarik bajunya dan memeluk serta mencium Zaid” (HR: Tirmidzi dan berkata: ini hadits hasan))

 

Dari hadits-hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa hal:

  1. Berjabat tangan setiap bertemu dengan orang sangat dianjurkan karena itu dapat menghapus dosa-dosa kecil serta dapat melahirkan cinta dan kasih sayang
  2. Menundukkan badan ketika bertemu orang lain (inhina/mungkin seperti orang Jepang) adalah perbuatan dilarang
  3. Diperbolehkan mencium tangan atau kaki orang yang bertaqwa dan soleh, karena Rasulullah saw pernah dilakukan seperti itu dan beliau tidak menolaknya.
  4. diperbolehkan memeluk dan mencium/menempel pipi orang yang datang dari bepergian sesuai dengan hadits no.4
  5. Dimakruhkan memeluk dan mencium/menempel pipi seseorang yang bukan datang dari bepergian sebagaimana yang tercantum pada hadits ke 2 (karena biasa bertemu)

 

Timbul pertanyaan: Bagaimana hukum berpeluk dan bercium/menempel pipi saat bertemu temannya yang sudah lama tidak bertemu namun bukan karena datang dari bepergian/perjalanan?

 Perlu diketahui, bahwa pada masa Rasulullah saw dan para sahabat hidup, hampir setiap hari mereka saling bertemu. Bahkan dalam setiap waktu sholat mereka saling bertemu. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh sahabat yang tinggal di Madinah sholat berjamaah lima waktu di satu masjid, yakni Masjid Nabawi yang diimami oleh Rasulullah saw, sehingga wajar jika Rasulullah saw cukup memberi salam dan berjabat tangan saja bila bertemu dengan mereka dan tidak memeluk dan mencium/menempel pipinya.

Sedangkan di masa kita sekarang, hampir di tiap kecamatan, bahkan keluarahan, terdapat masjid yang bisa jadi antara satu akh dengan akh lain jarang bertemu. Sebagai contoh: seorang akh bertempat tinggal di kecamatan Karawaci sedangkan akh lain bertempat tinggal di Ciledug, mereka pada saat sholat lima waktu bahkan sholat Jum’at tidak saling bertemu, belum lagi tempat pekerjaan masing-masing saling berjauhan.. Mereka tidak bertemu terkadang selama sebulan, tiga bulan, enam bulan bahkan setahun. Dan mereka dapat bertemu terkadang di suatu acara tertentu, seperti acara walimah pernikahan atau acara organisasi. dan saat itu mereka melepas kerinduannya, sebagaimanaRasulullah yang memeluk dan mencium/menempel pipi Zaid bin Haritsah yang sudah beberapa lama tidak berjumpa.

Dengan demikian, menurut hemat saya, saling jabat tangan, berpelukan dan bercium/menempel pipi (sekedarnya) saat bertemu dengan saudaranya yang telah lama tidak dijumpainya adalah diperbolehkan meskipun bukan karena baru pulang dari bepergian. Sedangkan kepada saudaranya yang setiap hari bertemu atau sepekan sekali bertemu dengan teman halaqahnya cukup dengan berjabat tangan saja. Meskipun demikian, jika saudaranya habis bepergian jauh (utamanya ke luar kota/pulau atau luar negeri), maka  berpelukan dan mencium itu tetap boleh dilakukan karena menunjukkan kebahgaiaannya melihat saudaranya datang kembali dengan selamat.

Perlu digaris bawahi, bahwa semua keterangan  tentang masalah di atas berupa hukum jabat tangan, berpelukan dan mencium/menempel pipi saudaranya adalah masalah yang bekaitan dengan jabat tangan, berpelukan dan mencium/menempel pipi yang terjadi antara sesama satu jenis; laki-laki dengan laki-laki,dan wanita dengan wanita, atau berlainan jenis tapi masih satu mahram, seperti suami-isteri, adik dan kakak, atau orang tua kandung/mertuanya. Adapun jika jabat tangan, berpelukan dan mencium/menempel pipi itu terjadi antar dua orang yang berlainan jenis dan bukan semahram, maka hal itu diharamkan.

Wallahu a’lam

 

H. Muhammad Jamhuri, Lc

1 komentar: