Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak Ustadz saya ingin bertanya:
Apa humumnya(wajib atau sunnah): 1. Mengerak-gerakan jari telunjuk ketika
tahiyat, 2.Menepuk bahu seseorang jika kita ingin menjadi ma\'mum.
JAWABAN:
Wasslamu ‘alikum Wr. Wb.
Sebelumnya kami mohon maaf atas keterlambatan jawaban bagi
semua pertanyaan yang masuk kepada kami. Baiklah, pertanyaan di atas akan saya
coba menjawabnya:
1. Tentang menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika tahiyat:
عن وائل بن حجر: أن النبي صلى الله عليه وسلم
وضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى, وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه
اليمنى, ثم قبض بين أصابعه فحلق حلقة, وفى رواية : حلق بالوسطى والابهام وأشار
بالسبابة, ثم رفع اصبعه فرأيته يحركها يدعو (رواه أحمد)
Dari Wail bin Hijr, bahwa Nabi saw meletakkan telapak tangan
kirinya di atas paha kirinya
dan lutut kirinya, dan menjadikan batas siku kanannya di atas paha kanannya,
lalu menggenggam di antara jari-jarinya sehingga membentuk suatu bundaran.
Dalam riwayat lain: beliau membentuk bundaran dengan jari tengah dan ibu jari,
dan memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya. Kemudian beliau
mengangkat jarinya sehingga aku melihatnya beliau menggerak-gerakkanya sambil
membaca doa (HR: Ahmad)
عن ابن عمر رضي الله عنهما: أن
النبي صلى الله عليه وسلم اذا قعد للتشهد وضع يده اليسرى على ركبته واليمنى على
اليمنى, وعقد ثلاثا وخمسين وأشار باصبعه السبابة (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra: bahwa Nabi saw jika duduk untuk
tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan tangan
kanannya di atas lutut kanannya dan membentuk angka “lima puluh tiga”, dan
memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya” (HR: Muslim). Yang dimaksud
membentuk angka “lima
puluh tiga” (dalam tulisan Arab) adalah menggenggam jari-jarinya, dan
menjadikan ibu jari berada di atas jari tengah dan di bawah jari telunjuk.
عن ابن الزبير: أن النبي صلى
الله عليه وسلم كان يشير باصبعه اذا دعا لا يحركها (رواه أبو داود باسناد صحيح-
ذكره النووي)
Dari Ibnu Zubair: bahwa Nabi saw memberi isyarat (menunjuk)
dengan jarinya jika dia berdoa dan tidak menggerakkannya. (HR Abu Daud dengan isnad
yang shahih – disebutkan oleh imam Nawawi)
Dari hadits-hadits tersebut serta hadits lainnya yang
berkaitan dengan posisi tasyahhud dan tangannya, Imam al-Baihaqi menyatakan
bahwa hadits pertama yang menyatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan saat
tasyahhud kemungkinan maksudnya adalah isyarat (menunjuk), bukan diulang-ulanginya
gerakkan, karena cocok dengan hadits ketiga yang menyatakan tidak digerakkannya
jari telunjuk tersebut.
Atas dasar itu pula, para ulama berbeda pendapat tentang
apakah saat tasyahhud jari telunjuk digerak-gerakkan atau tidak?
- Ulama mazhab Syafi’i berpendapat cukup memberi isyarat (menunjuk) jari sekali saja, yakni saat kalimat illalla (الا الله) diucapkan dari lafadz syahadat (Asyhadu alla ilaaha illallah)
- Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa memberi isyarat (menunjuk) atau mengangkat jari dilakukan pada saat lafadz nafi, yakni lafadz Laa (dari lafadz Laa Ilaaha illallah), kemudian meletakkannya kembali pada saat lafadz illallah
- Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa memberi isyarat (menunjuk) dilakukan pada lafadz nafi juga, yakni lafadz Laa, dan meletakkannya kembali pada saat itsbat, yakni lafadz illallah, kemudian menggerak-gerakkannya ke kanan dan ke kiri hingga selesai shalat
- Sedangkan mazhab Hambali berpendapat bahwa memberi isyarat (menunjuk dengan jari) dilakukan saat disebut isim jalalah/nama agung atau lafadz Allah selama membaca tasyahhud (bukan hanya pada saat membaca syahadatain saja). Hal itu sebagai isyarat tauhid (keesaan Allah). Dan tidak digerak-gerakkannya jari telunjuk itu.
(lihat Sayid Sabiq, fiqih Sunnah, Dar el-Fikr Beirut,
Th 1995M/1415H, jilid 1, hal. 124-125)
2. Tentang menepuk bahu (memberi isyarat kepada) seseorang
jika kita ingin menjadi ma'mum.
Memang tidak ada dalil yang spesifik tentang memberi isyarat
dengan menepuk seseorang jika ingin menjadi ma’mun. Hanya ada hadits yang mirip
dengan hadits di atas meskipun konteknya berbeda. Hadits itu adalah:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمِ بْنِ دِينَارٍ
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبَ إِلَى بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ لِيُصْلِحَ بَيْنَهُمْ
فَحَانَتْ الصَّلَاةُ فَجَاءَ الْمُؤَذِّنُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ أَتُصَلِّي
لِلنَّاسِ فَأُقِيمَ قَالَ نَعَمْ فَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ فِي الصَّلَاةِ فَتَخَلَّصَ حَتَّى
وَقَفَ فِي الصَّفِّ فَصَفَّقَ النَّاسُ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ لَا يَلْتَفِتُ فِي
صَلَاتِهِ فَلَمَّا أَكْثَرَ النَّاسُ التَّصْفِيقَ الْتَفَتَ فَرَأَى رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَشَارَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ امْكُثْ مَكَانَكَ فَرَفَعَ أَبُو بَكْرٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدَيْهِ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا أَمَرَهُ بِهِ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ذَلِكَ ثُمَّ اسْتَأْخَرَ أَبُو
بَكْرٍ حَتَّى اسْتَوَى فِي الصَّفِّ وَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَا مَنَعَكَ
أَنْ تَثْبُتَ إِذْ أَمَرْتُكَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مَا كَانَ لِابْنِ أَبِي
قُحَافَةَ أَنْ يُصَلِّيَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لِي
رَأَيْتُكُمْ أَكْثَرْتُمْ التَّصْفِيقَ مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ
فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا
التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ (رواه البخاري ومسلم)
Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, dia berkata
Malik memberitakan kepada kami dari Abi Hazim bin Dinar, dari Sahl bin Sa’d
al-Saidi, bahwa Rasulullah saw pernah pergi ke Bani ‘Amr bin Auf untuk
melakukan ishlah (mendamaikan) sengketa di antara mereka. Lalu datanglah waktu
shalat, sehingga muadzin mendatangi Abu Bakar dan bertanya, “Apakah engkau mau
mengimami sholat bersama orang-orang, lalu aku akan iqomah?” Abu Bakar
menjawab, “ya”. Lalu Abu Bakar melaksanakan sholat. Kemudian datanglah
Rasulullah saw sedang orang-orang dalam keadaan sholat. Lalu Nabi datang dan
berdiri di shaf (barisan). Kemudian orang-orang menepuk tangan (memberi
isyarat) namun Abu Bakar tidak tertegur (menegok) dalam sholatnya. Kemudian
ketika mulai banyak orang-orang yang memberi isyarat tepukan tangan, barulah
Abu Bakar tertegur, menengok dan melihat Rasulullah saw. Lalu Nabi saw memberi
isyarat kepada Abu Bakar agar tetap pada tempatnya. Kemudian Abu Bakar
mengangkat tangannya seraya memuji Allah atas apa yang diperintahkan Rasulullah
saw padanya tentang hal itu. Kemudian Abu Bakar mundur hingga lurus dengan shaf
(barisan), dan Rasulullah saw maju dan melaksanakan shalat. Ketika usai shalat,
Rasulullah bertanya: “Hai Abu Bakar, apa yang mencegahmu untuk tidak tetap di
tempat padahal telah aku perintahkan itu?”. Abu Bakar menjawab, “Tidak pantas
bagi Abu Quhafah untuk melakukan sholat berada di depan Rasulullah saw.”Lalu
Rasulullah saw bersabda, “Tidak pantas buatku melihat kalian banyak bertepuk.
Barangsiapa ada sesuatu yang meragukan dalam shalatnya hendaklah ia membaca
tasbih karena sesungguhnya jika ia bertasbih maka ia akan tertegur, karena
isyarat tepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” (HR: Bukhori Muslim).
Dari hadits ini, Sayid Sabiq mengutip pendapat Imam
al-Syaukani tentang hukum yang terkandung dalam hadits ini, antara lain:
- Berjalan dari satu shaf ke shaf lain tidak membatalkan shalat
- Membaca hamdalah (memuji Allah) karena ada peristiwa tertentu serta mengingatkan dengan tasbih adalah tidak membatalkan shalat (boleh)
- Menggantikan imam dalam shalat karena ada uzur tertentu diperbolehkan
- Diperbolehkannya kondisi seseorang dalam sebagian shalatnya menjadi imam dan pada bagian lainnya menjadi makmum
- Diperbolehkan mengangkat tangan ketika sedang shalat saat berdoa dan memuji Allah
- Diperbolehkan menengok karena ada keperluan
- Diperbolehkan mengajak bicara (mukhotobah) kepada orang yang sedang shalat dengan isyarat
- Diperbolehkan orang yang kurang afdhal menjadi imam (mengimami) orang yang lebih afdhal
- Diperbolehkan melakukan perbuatan kecil (diluar shalat) ketika shalat.
Jika kita melihat kesimpulan al-Syaukani pada point nomor 7,
maka kita boleh memberi isyarat berupa menepuk seseorang saat kita ingin
menjadi makmum. Sebagaimana juga diperbolehkan kita bermakmum kepada orang yang
sebelumnya sholat sendiri (munfarid) atau berjamaah, sebagaimana yang tercantum
dalam kesimpulan al-Syaukani di point nomor 4.
(lihat Sayid Sabiq, fiqih Sunnah, Dar el-Fikr Beirut , Th 1995M/1415H,
jilid 1, hal. 173)
Wallahu a’lam bis showab
Muhammad Jamhuri.
Assalamu'alaiku wr wb
BalasHapusKpdYth Admin sy berterimakasih atas ketearangn diatas ,smg Alloh mebalas buat admin,sy akan peljari dan jdikan rujukan utk tulisan saya...(mhn Izinny seklia)
gimana kalau yg kita tepuk. kita tidak a pada hal di sholat sunnat bukan sholat fardu. pada pikiran kita sholat fardu
BalasHapusjadi bingung
BalasHapusAssalamu’alaikum Ustadz, menurut mahzab syafii dan imam An Nawawi isyarat telunjuk dimulai kata ILLALLAH ketika syahadat, tp ada yg dimulai dari awal tahiyat, dan ketika tasyahut kenapa jari digerak-gerakkan ust, apakah ada dalilnya , bgmna ustad, mhon bimbingannya.. Jazakaallahu khoir
BalasHapusby: www.dakwahsyariah.com