Assalamu'alaikum wrwb,
Terima kasih atas tersedianya forum tanya jawab ini.
Di masjid lingkungan saya sekarang awalnya dalam tata cara peribadatannya sama dengan umumnya di daerah asal saya (tata cara NU). Namun belakangan ada beberapa orang yang masuk dalam organisasi partai politik (PKS) mencap bahwa tatacara NU banyak mengandung kebid'ahan (perayaan hari besar Islam khususnya maulidan-bidah, yasinan-bid'ah, do'a mengikuti Imam sehabis sholat-bid'ah dll). Mereka sering lebih mengedepankan kajian-kajian ilmiah (bedah buku dalam masjid) yang kelihatan lebih eklusif karena umumnya mereka adalah kaum terpelajar dalam masyarakat. Yang saya tanyakan, apakah dalam pengajian/kajian yang dilaksanakan oleh PKS atau DPPnya memang seperti itu?
kIAN
ANGGARA <kiansantangoke@yahoo.com>
JAWABAN:
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Terima kasih pula kami
sampaikan, semoga rubrik konsultasi ini dapat memberikan manfaat buat kita
semua fid dunya wal akhiroh. Adapun terkait dengan pertanyaan yang
saudara ajukan, insya Allah akan kami jawab sebagai berikut:
Salah satu di antara
keunikan anggota dan pengurus PKS adalah latar belakang mereka yang
berbeda-beda dan beraneka ragam. Ada yang berpendidikan tinggi, ada pula yang
cuma lulusan SD. Ada yang alumni dalam negeri, ada pula yang alumni luar
negeri. Ada lulusan sekolah agama dan pesantren, ada pula lulusan sekolah
tekhnik dan umum. Demikian juga dari segi asal organisasi atau sosial budaya
mereka, ada yang berasal dari keluarga NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad,
Perti, FPI dan lain sebagainya. Oleh karena itu para anggota dan pengurus PKS
sangat bersikap toleran terhadap saudaranya yang melakukan kebiasaan atau
tradisi keagamaannya sesuai dengan latar belakang mereka. Karenya, saat mereka
mengadakan suatu acara seperti mabit, peringatan maulid, Isra Mi’raj dan lain
sebagainya yang terdapat perbedaan pendapat ulama dalam pelaksanaannya, mereka
saling toleransi, selama perselisihan dan pendapat itu pada masalah-masalah
yang bersifat cabang (furu’iyah) dan memiliki dasar pijakan dari masing-masing
pendapat tersebut. Sebagai contoh; saat acara mabit dan masuk sholat subuh
berjamaah. Sebagian mereka ada yang membaca doa qunut, ada pula yang tidak
membaca do’a qunut. Ada yang menggerak-gerakkan jari telunjuknya saat
tasyahhud, ada pula yang hanya memberi isyarat telunjuk sekali. Ada yang ikut
zikir bersama imam saat usai sholat fardhu, ada pula yang berzikir sendiri dan
tidak bersuara. Mereka semua saling toleransi dan tidak menjadikan masalah
khilafiyah -yang sudah ada sejak zaman dahulu- sebagai faktor pemecah belah di
antara mereka. Sampai saat ini, alhamdulillah, anggota dan pengurus PKS masih
solid. Dan itulah sebenarnya sikap-sikap ulama salafaus sholeh dalam menyikapi
perbedaan pendapat. Sebagai contoh: Imam Syafi’i yang meskipun mengajarkan
murid-muridnya membaca doa qunut pada sholat subuh, namun beliau tidak membaca
qunut saat mengimami sholat di daerah Imam Ahmad bin Hambal yang berpendapat
tidak sunnah doa qunut di sholat subuh. Ketika Imam Syafii ditanya
murid-muridnya mengapa gurunya tidak membaca doa qunut, Imam Syafii menjawab
bahwa hal itu dilakukan karena menghormati ahlul balad (penduduk kampung
itu).
Karena latar belakang
anggota dan pengurus PKS yang berbeda dan beraneka ragam itulah, maka perilaku
mereka dipengaruhi oleh latar belakang mereka masing-masing. Yang berasal dari
NU, mereka (anggota PKS) masih melakukan tradisi NU-nya, seperti maulidan,
tahlilan, qunutan dan lain-lain. Sebaliknya, anggota PKS yang berasal dari
Muhammadiyah, mereka pun berperilaku keagamaannya dipengaruhi oleh doktrin
Muhammadiyah, sehingga tidak melakukan tahlilan, maulidan dan qunutan di sholat
subuh. Demikian juga anggota dari ormas Islam lainnya, mereka bersikap
sebagaimana yang mereka temukan dari latar belakang kultur keagamaannya
masing-masing. Namun demikian, mereka saling toleransi, saling memahami dan
saling menjaga ukhuwah. Hanya saja, jika perbedaan pendapat itu terjadi dalam
hal ushuliyah (masalah funmadenatl dan mendasar), terutama masalah
akidah dan masalah-masalah yang ma’lum
fi al-din bi al-Dharurah (masalah yang sudah diketahu secara umum
dan fundamen dalam agama) PKS tidak mentolerir akidah selain akidah ahlussunah
wal jamaah. Seperti mengakui ada nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad saw,
tidak ada kewajiban sholat lima waktu dengan alasan tertentu, tidak ada syariat
zakat, bahwa haji dapat dilaksanakan di selain Makkah dan Masya’ir
Muqoddasah (tempat-tempa suci yang menjadi prosesi ibadah haji, seperti
Mina, Muzdalifah dan Arafah). Maka dalam hal-hal seperti itu, PKS tidak
menganutnya dan melarang anggota berkeyakinan seperti itu. Sedangkan perbedaan
dalam masalah furu’iyah (cabang) dan masih ada dasarnya, PKS memberi
kebebasan kepada anggota dan pengurusnya.
Kemudian, dari latar
belakang anggota PKS yang berbeda tersebut, terjadilah interaksi sesama anggota
dan pengurus PKS. Sehingga dalam interaksi tersebut ada diskusi kecil atau
obrolan dan saling tukar menukar pengalaman. Terjadilah akulturasi budaya,
sehingga ada sebagain anggota PKS yang berasal dari NU sedikit-sedikit
mengikuti kebiasaan anggota PKS yang berasal dari Muhammadiyah. Demikian juga
sebaliknya, ada anggota PKS yang dahulunya fanatik dengan Muhammadiyah kini
mereka mengikuti budaya anggota PKS yang berasal dari NU seperti maulidan dan
qunutan. Namun ada juga yang tetap dengan tradisi lama mereka masing-masing. Oleh
karena itu, fenomena yang saudara temukan di daeah saudara tentang kader PKS,
tidak lepas dari fenomena interaksi dan akulturasi sesama mereka seperti
dijelaskan di atas.
Adapun masalah-masalah
khilafiyah yang saudara sebutkan di atas, sebenarnya sudah tuntas dibahas oleh
ulama salaf dan kholaf (dulu dan sekarang). Dan masing-masing
pendapat mempunyai argumennya. Sehingga perbedaan itu hingga kini masih ada.
Hal itu diserahkan kepada kita, pendapat mana yang hendak diambil. PKS
memberikan kebebasan tentang hal itu kepada anggotanya selama memiliki dasar
dan baik untuk dakwah serta untuk menjaga ukhuwah Islamiyah.
Sedangkan tentang
pengajian yang diadakan kader PKS yang dianggap ekslusuf dan hanya diikuti kaum
terpelajar saja, sebenarnya tidak demikian. Dalam manhaj dakwah PKS dikenal
adanya marhalah (tahapan) tarbiyah. Ada yang bersifat ta’lim, takwin dan tanzhim.
1.
Marhalah (tahapan) Ta’lim adalah
pengajian umum yang dapat diikuti oleh semua orang, baik kader maupun non kader
PKS. Pesertanya pun bebas, mulai dari kalangan pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat
biasa, seperti buruh, karyawan dan lain sebagainya. Latar belakang pendidikan
pesertapun berbeda, mulai yang tidak pernah sekolah hingga yang sudah kuliah.
Materi yang diajarkannya pun tentang keislaman, seperti aqidah, fiqih, tafsir,
hadits dan isu kontemporer lainnya. Dalam marhalah (tahapan) ta’lim ini,
bisa berupa pengajian rutin, seminar, bedah buku, sarasehan, mabit dan lain
sebagainya.
2.
Takwin, maknanya adalah
pembentukan. Yang dimaksud pembentukan disini adalah pembentukan karakter
Islami. Pesertanya adalah mereka yang ingin menjadi muslim yang baik dan
berkarakter islami. Jadi siapapun boleh mengikuti pengajian model ini.
Materinya pun sama dengan ta’lim di atas hanya ditambah dengan sekelumit fiqih
Dakwah (Ilmu dakwah). Selain itu peserta dipantau tentang perilaku
sehari-harinya dalam sepekan. Mulai dari frekwensi sholat berjamaah di masjid,
target kuantitas dan kualitas tilawah qur’an, qiyamullail, puasa sunnah, wirid
doa ma’tsurat, akhlaknya kepada keluarga dan tetangga dan lain sebagainya. Hal
ini dilakukan karena tujuan marhalah (tahapan) ini adalah membentuk karakter
yang Islami dengan cara menghidupkan ibadah fardhu dan sunnah serta akhlak dalam
kehidupan sehari-hari peserta.
3.
Tanzhim, maknanya adalah
pengorganisasian. Maksudnya adalah memasukkan para peserta yang sudah baik
karakter keislamannya di marhalah Takwin sebagai kader dakwah aktif (kader
PKS). Misalnya; sholat berjamaahnya sudah rajin, tilawahnya mencapai target
dalam setiap harinya, sholat dhuha dan tahajjudnya dalam sepekan sudah baik,
maka mereka diajak untuk ikut berdakwah dan menjadi kader dakwah. Materi yang
diberikan adalah selain materi seperti yang terdapat pada marhalah (tahapan)
Ta’lim dan Takwin, juga diberikan materi yang berhubungan strategi dakwah serta
pembekalan tentang keorganisasian PKS. Pengajian pada marhalah (tahapan) ini
biasa disebut dengan TRP (Ta’lim Rutin Partai)
Demikianlah jawaban kami, semoga bermanfaat dan membuka
wawasan kita sesama saudara se-iman dan se-Islam. Semoga Allah SWT selalu
membimbing kita dalam mewujudkan izzul islam wal muslimin (kemuliaan
islam dan kaum muslimin)
Wallahu a’alm bish-showab.
H. Muhammad Jamhuri, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar