Senin, 04 Juni 2012

PKS dan Tradisi NU

PERTANAYAAN:

Assalamu'alaikum wrwb,
Terima kasih atas tersedianya forum tanya jawab ini.
Di masjid lingkungan saya sekarang awalnya dalam tata cara peribadatannya sama dengan umumnya di daerah asal saya (tata cara NU). Namun belakangan ada beberapa orang yang masuk dalam organisasi partai politik (PKS) mencap bahwa tatacara NU banyak mengandung kebid'ahan (perayaan hari besar Islam khususnya maulidan-bidah, yasinan-bid'ah, do'a mengikuti Imam sehabis sholat-bid'ah dll). Mereka sering lebih mengedepankan kajian-kajian ilmiah (bedah buku dalam masjid) yang kelihatan lebih eklusif karena umumnya mereka adalah kaum terpelajar dalam masyarakat. Yang saya tanyakan, apakah dalam pengajian/kajian yang dilaksanakan oleh PKS atau DPPnya memang seperti itu?


kIAN ANGGARA <kiansantangoke@yahoo.com>


JAWABAN:
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Terima kasih pula kami sampaikan, semoga rubrik konsultasi ini dapat memberikan manfaat buat kita semua fid dunya wal akhiroh. Adapun terkait dengan pertanyaan yang saudara ajukan, insya Allah akan kami jawab sebagai berikut:

Salah satu di antara keunikan anggota dan pengurus PKS adalah latar belakang mereka yang berbeda-beda dan beraneka ragam. Ada yang berpendidikan tinggi, ada pula yang cuma lulusan SD. Ada yang alumni dalam negeri, ada pula yang alumni luar negeri. Ada lulusan sekolah agama dan pesantren, ada pula lulusan sekolah tekhnik dan umum. Demikian juga dari segi asal organisasi atau sosial budaya mereka, ada yang berasal dari keluarga NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Perti, FPI dan lain sebagainya. Oleh karena itu para anggota dan pengurus PKS sangat bersikap toleran terhadap saudaranya yang melakukan kebiasaan atau tradisi keagamaannya sesuai dengan latar belakang mereka. Karenya, saat mereka mengadakan suatu acara seperti mabit, peringatan maulid, Isra Mi’raj dan lain sebagainya yang terdapat perbedaan pendapat ulama dalam pelaksanaannya, mereka saling toleransi, selama perselisihan dan pendapat itu pada masalah-masalah yang bersifat cabang (furu’iyah) dan memiliki dasar pijakan dari masing-masing pendapat tersebut. Sebagai contoh; saat acara mabit dan masuk sholat subuh berjamaah. Sebagian mereka ada yang membaca doa qunut, ada pula yang tidak membaca do’a qunut. Ada yang menggerak-gerakkan jari telunjuknya saat tasyahhud, ada pula yang hanya memberi isyarat telunjuk sekali. Ada yang ikut zikir bersama imam saat usai sholat fardhu, ada pula yang berzikir sendiri dan tidak bersuara. Mereka semua saling toleransi dan tidak menjadikan masalah khilafiyah -yang sudah ada sejak zaman dahulu- sebagai faktor pemecah belah di antara mereka. Sampai saat ini, alhamdulillah, anggota dan pengurus PKS masih solid. Dan itulah sebenarnya sikap-sikap ulama salafaus sholeh dalam menyikapi perbedaan pendapat. Sebagai contoh: Imam Syafi’i yang meskipun mengajarkan murid-muridnya membaca doa qunut pada sholat subuh, namun beliau tidak membaca qunut saat mengimami sholat di daerah Imam Ahmad bin Hambal yang berpendapat tidak sunnah doa qunut di sholat subuh. Ketika Imam Syafii ditanya murid-muridnya mengapa gurunya tidak membaca doa qunut, Imam Syafii menjawab bahwa hal itu dilakukan karena menghormati ahlul balad (penduduk kampung itu).

Karena latar belakang anggota dan pengurus PKS yang berbeda dan beraneka ragam itulah, maka perilaku mereka dipengaruhi oleh latar belakang mereka masing-masing. Yang berasal dari NU, mereka (anggota PKS) masih melakukan tradisi NU-nya, seperti maulidan, tahlilan, qunutan dan lain-lain. Sebaliknya, anggota PKS yang berasal dari Muhammadiyah, mereka pun berperilaku keagamaannya dipengaruhi oleh doktrin Muhammadiyah, sehingga tidak melakukan tahlilan, maulidan dan qunutan di sholat subuh. Demikian juga anggota dari ormas Islam lainnya, mereka bersikap sebagaimana yang mereka temukan dari latar belakang kultur keagamaannya masing-masing. Namun demikian, mereka saling toleransi, saling memahami dan saling menjaga ukhuwah. Hanya saja, jika perbedaan pendapat itu terjadi dalam hal ushuliyah (masalah funmadenatl dan mendasar), terutama masalah akidah dan masalah-masalah yang ma’lum  fi al-din bi al-Dharurah (masalah yang sudah diketahu secara umum dan fundamen dalam agama) PKS tidak mentolerir akidah selain akidah ahlussunah wal jamaah. Seperti mengakui ada nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad saw, tidak ada kewajiban sholat lima waktu dengan alasan tertentu, tidak ada syariat zakat, bahwa haji dapat dilaksanakan di selain Makkah dan Masya’ir Muqoddasah (tempat-tempa suci yang menjadi prosesi ibadah haji, seperti Mina, Muzdalifah dan Arafah). Maka dalam hal-hal seperti itu, PKS tidak menganutnya dan melarang anggota berkeyakinan seperti itu. Sedangkan perbedaan dalam masalah furu’iyah (cabang) dan masih ada dasarnya, PKS memberi kebebasan kepada anggota dan pengurusnya.

Kemudian, dari latar belakang anggota PKS yang berbeda tersebut, terjadilah interaksi sesama anggota dan pengurus PKS. Sehingga dalam interaksi tersebut ada diskusi kecil atau obrolan dan saling tukar menukar pengalaman. Terjadilah akulturasi budaya, sehingga ada sebagain anggota PKS yang berasal dari NU sedikit-sedikit mengikuti kebiasaan anggota PKS yang berasal dari Muhammadiyah. Demikian juga sebaliknya, ada anggota PKS yang dahulunya fanatik dengan Muhammadiyah kini mereka mengikuti budaya anggota PKS yang berasal dari NU seperti maulidan dan qunutan. Namun ada juga yang tetap dengan tradisi lama mereka masing-masing. Oleh karena itu, fenomena yang saudara temukan di daeah saudara tentang kader PKS, tidak lepas dari fenomena interaksi dan akulturasi sesama mereka seperti dijelaskan di atas.

Adapun masalah-masalah khilafiyah yang saudara sebutkan di atas, sebenarnya sudah tuntas dibahas oleh ulama salaf dan kholaf (dulu dan sekarang). Dan masing-masing pendapat mempunyai argumennya. Sehingga perbedaan itu hingga kini masih ada. Hal itu diserahkan kepada kita, pendapat mana yang hendak diambil. PKS memberikan kebebasan tentang hal itu kepada anggotanya selama memiliki dasar dan baik untuk dakwah serta untuk menjaga ukhuwah Islamiyah.

Sedangkan tentang pengajian yang diadakan kader PKS yang dianggap ekslusuf dan hanya diikuti kaum terpelajar saja, sebenarnya tidak demikian. Dalam manhaj dakwah PKS dikenal adanya marhalah (tahapan) tarbiyah. Ada yang bersifat ta’lim, takwin dan tanzhim.

1.                          Marhalah (tahapan) Ta’lim adalah pengajian umum yang dapat diikuti oleh semua orang, baik kader maupun non kader PKS. Pesertanya pun bebas, mulai dari kalangan pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat biasa, seperti buruh, karyawan dan lain sebagainya. Latar belakang pendidikan pesertapun berbeda, mulai yang tidak pernah sekolah hingga yang sudah kuliah. Materi yang diajarkannya pun tentang keislaman, seperti aqidah, fiqih, tafsir, hadits dan isu kontemporer lainnya. Dalam marhalah (tahapan) ta’lim ini, bisa berupa pengajian rutin, seminar, bedah buku, sarasehan, mabit dan lain sebagainya.

2.                          Takwin, maknanya adalah pembentukan. Yang dimaksud pembentukan disini adalah pembentukan karakter Islami. Pesertanya adalah mereka yang ingin menjadi muslim yang baik dan berkarakter islami. Jadi siapapun boleh mengikuti pengajian model ini. Materinya pun sama dengan ta’lim di atas hanya ditambah dengan sekelumit fiqih Dakwah (Ilmu dakwah). Selain itu peserta dipantau tentang perilaku sehari-harinya dalam sepekan. Mulai dari frekwensi sholat berjamaah di masjid, target kuantitas dan kualitas tilawah qur’an, qiyamullail, puasa sunnah, wirid doa ma’tsurat, akhlaknya kepada keluarga dan tetangga dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena tujuan marhalah (tahapan) ini adalah membentuk karakter yang Islami dengan cara menghidupkan ibadah fardhu dan sunnah serta akhlak dalam kehidupan sehari-hari peserta.

3.                          Tanzhim, maknanya adalah pengorganisasian. Maksudnya adalah memasukkan para peserta yang sudah baik karakter keislamannya di marhalah Takwin sebagai kader dakwah aktif (kader PKS). Misalnya; sholat berjamaahnya sudah rajin, tilawahnya mencapai target dalam setiap harinya, sholat dhuha dan tahajjudnya dalam sepekan sudah baik, maka mereka diajak untuk ikut berdakwah dan menjadi kader dakwah. Materi yang diberikan adalah selain materi seperti yang terdapat pada marhalah (tahapan) Ta’lim dan Takwin, juga diberikan materi yang berhubungan strategi dakwah serta pembekalan tentang keorganisasian PKS. Pengajian pada marhalah (tahapan) ini biasa disebut dengan TRP (Ta’lim Rutin Partai)

Demikianlah jawaban kami, semoga bermanfaat dan membuka wawasan kita sesama saudara se-iman dan se-Islam. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita dalam mewujudkan izzul islam wal muslimin (kemuliaan islam dan kaum muslimin)

Wallahu a’alm bish-showab.

H. Muhammad Jamhuri, Lc.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar